![]() |
source |
Sejak kecil, kegemaranku adalah memandangi langit siang dan malam. Namun, entah kenapa aku lebih ska memandangi langit malam. Setiap mataku memandangi langit malam, aku merasa bulan di saat purnama sangatlah indah, aku tersenyum berlama-lama memandangi bulan yang dikitari bintang-bintang.
"Nak, kalau kau memandangi bulan terlalu lama Ayah bisa kehilanganmu." ucap ayahku yang selalu memprotes kegemaranku dalam memandangi bulan. Kali itu aku memandang bulan, usiaku baru sekitar lima tahun. Memandangi bulan terlalu lama tidak akan membuat seseorang mati, kan? Logikanya dari mana? Ini tidak ada buktinya, pikirku.
"Ah? Aku tidak apa-apa, Ayah. Bulan purnama itu saja yang sangat indah. Memangnya kenapa, Ayah?" gumamku pada Ayah saat itu
.
"Ceritanya begini, Nak. Alkisah hiduplah seorang laki-laki tampan di bulan yang dapat membunuh manusia yang melihat bulan terlalu lama dengan tatapannya yang mematikan." tutur ayahku waktu itu. Aku yang masih kecil langsung percaya dengan perkataan ayahku dan mulai berjanji untuk membatasi waktuku dalam melihat sang rembulan.
"Seberapa tampan laki-laki itu sampai membuat orang betah melihat bulan berlama-lama?" tanyaku lagi. Ayahku hanya tersenyum kecil dan bergurau untuk mencairkan suasana.
"Setampan kamu, Nak." ucap Ayah sambil mencolek daguku sejenak. "Tapi Ayah yakin, kamu tidak akan membunuh orang dengan tatapanmu. Bukankah begitu, Nak?"
Aku hanya mengangguk pelan dan berkata dengan mantap. "Tentu saja! Aku, kan anak baik!"
****
Kini aku, anak kecil yang polos dan ceria itu sudah tumbuh dewasa menjadi pribadi yang berbeda. Saat aku beralih ke usia remaja, muncul tekanan yang menyebabkan ada suatu zat padat di dalam dadaku yang selalu mengganjal. Itu membuatku semakin lemah dan sakit. Dadaku seperti teriris katana dan tertimpa batuan besar yang jatuh dari pegunungan. Semangat hidupku yang kupupuk sejak kecil terkikis bak bebatuan di pantai yang selalu diterpa ombak besar dan lama kelamaan hancur menjadi butiran pasir yang tiada makna. Itulah yang selalu kualami setiap saat aku jatuh dalam kegelapan yang tiada akhir.
Zat padat di dalam tubuhku lama kelamaan mulai berubah menjadi semacam monster di dalam diriku yang sulit kukendalikan. Hal-hal yang berasal dari kegelapan selalu muncul di hadapanku, dan membuat diriku sangat takut. Berpasang-pasang mata yang mengeluarkan cahaya api di kegelapan itu menatapku, seakan-akan mereka ingin memakanku hidup-hidup. Bayang-bayang kegelapan itu berbisik melalui angin, mereka menuturkan kata-kata yang menurunkan kadar semangat hidup.
Hei, bayang-bayang kegelapan! Aku bukan pengecut, aku bisa menjaga diriku sendiri. Sayangnya mereka bukan manusia yang bisa kuajak kompromi, mereka tetap memaksa agar aku bisa menerima mereka sebagai penjaga diriku. Sepertinya mereka tahu kalau zat di dalam dadaku ini terlalu lemah untuk menjaga tubuhnya sendiri. Dengan sangat terpaksa mereka menyebar di mana-mana, dan mengawasi langkahku. Hal itu menyebabkan cahaya di sekitar tubuhku semakin gelap dan nampak hitam pekat. Tidak ada orang yang berani macam-macam denganku karena aura gelap yang aku punya. Mereka semua bisa melakukan apapun yang tidak kusangka terhadap orang-orang yang berani menggamgguku. Ini membuatku gila. Aku sudah berusaha menghentikan mereka. Percuma saja kerja kerasku selama ini, itu tidak membuahkan hasil dan justru membuat kegelapan semakin menjagaku. Toh, mereka bilang kalau aku mati nanti aku akan menjadi bayang kegelapan seperti mereka juga. Tubuhku berusaha untuk lari dari aura hitam yang mengikatku selama ini, namun saat kakiku terlalu lelah untuk berlari aku terjatuh di dalam jebakan kegelapan.
Di jebakan ini, mataku dibutakan. Aku benar-benar buta, tidak dapat melihat apapun kecuali bayang-bayang kegelapan itu. Mata mereka memandangi diriku yang tidak berdaya. Dalam momen yang seperti ini aku tidak dapat melakukan apa-apa. Bahkan untuk tidur saja aku tidak bisa karena bayang-bayang itu selalu mengganggu malam-malamku. Bayang-bayang gelap itu menimpa dadaku sampai aku tidak dapat bernapas. Saat aku mengerjakan sesuatu aku selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik, biarpun menanamkan niat baik terasa sakit di dalam dada. Alhasil, terkadang ada pekerjaan yang terbengkalai dan dikerjakan seakan tanpa niat. Aku hanya dapat duduk diam memandangi orang-orang yang tidak akan pernah mendekatiku karena takut keberadaanku akan mencelakakan mereka. Itu bukan salahku, aku tidak melakukan apa-apa. Bayangan kegelapan itulah yang mencelakakan, orang-orang menyalahkanku karena mata mereka tertutup rapat. Mereka tidak tahu seberapa sakitnya menjadi seperti ini.
****
Malam ini aku kembali melihat bulan purnama, sama seperti saat aku kecil dulu. Terngiang kembali di telingaku cerita Ayah mengenai sebentuk wajah pria tampan di bulan purnama yang bisa membuat siapapun yang melihatnya akan mati. Entah kenapa sinar pantulan rembulan itu tidak lagi seperti dulu. Di masa lalu, rembulan nampak indah di mataku. Namun kini, sang rembulan seakan-akan melukiskan wajahku di atas permukaannya. Sama seperti lelaki tampan di dalam legenda itu, aku kesepian di langit malam dan awan-awan gelap selalu mengitariku. Kegelapan yang kuciptakan sendiri membuat mereka takut sekaligus kasihan memandangku.
Aku sama sekali tidak butuh dikasihani dan aku mulai belajar untuk tidak menyalahkan kegelapan yang mengitariku sebagai sumber masalah. Seumur hidupku aku selalu mencari apakah ada bintang kecil yang bersinar di tengah kegelapan itu? Secercah cahaya bintang membuatku merasa lebih baik sedikit demi sedikit dan mengurangi rasa sakit di dalam dada yang selama ini aku nikmati bagaikan seorang masokis. Diri ini hanyalah manusia biasa yang menderita suatu tekanan yang membuatnya sering jatuh dalam jurang kegelapan, dan bukanlah titisan pria tampan di wajah bulan. Cerita mengenai itu hanya sekedar mitos yang beredar di masyarakat dan pasti ada satu penjelasan ilmiah yang rasional terhadap apa yang aku alami.
.
.
.
.
.
Aku seorang pengidap dysthymia.
A/N: Sumpah gue gak ngerti lagi gue ini nulis apaan, tadinya sih pingin nulis curhatan salah satu karakter aku. Inilah hasil menggabungkan penyakit dysthymia, legenda Katsura Otoko, sama lagu anak-anak jadul tentang bulan. Cuma, yeaah...it comes out like this...
Review, bitte? :3