Alitajunnan: Subconcious Thoughts (Finnish)
Hari sudah malam, dan musim dingin telah tiba di belahan bumi Utara. Hari yang bersalju membuat orang-orang di sebuah kota metropolitan yang terletak di belahan bumi Utara merasa malas untuk keluar dari persinggahan mereka masing-masing. Meski begitu, hiruk pikuk khas ibukota negara masih sangat terasa.
Jam dinding sudah menyatakan pukul setengah delapan malam, seorang pemuda berambut cokelat gelap membuka sebuah lemari es di apartemennya untuk mengecek persediaan minuman keras. Mata pemuda itu tertuju pada bagian bawah kulkas yang kosong, di mana biasanya pemuda tersebut menyimpan stok minuman kerasnya selama musim dingin berlangsung.
"Huh! Cepat sekali stok minuman keras itu habis. Malas sekali rasanya kalau aku harus keluar untuk membelinya." keluh Antti, nama pemuda itu. Jangan tertawa membaca namanya, karena nama-nama lelaki di kota itu memang aneh-aneh.
Pemuda yang berusia sekitar dua puluh tahunan itu segera mengambil mantelnya yang digantung di sebelah kiri pintu apartemennya dan mengecek dompet kulit yang diletakkan di dalam saku celananya untuk mengetahui berapa banyak uang yang masih dia miliki. Syukurlah uangnya masih ada sekitar 150 Euro, cukuplah.
Dia melangkahkan kedua kakinya keluar dari apartemen dengan malasnya hanya untuk pergi ke sebuah toko yang jaraknya hanya berselang satu setengah kilometer dari apartemennya. Sudah setengah kilometer pemuda bertubuh tinggi itu berjalan, dia merasa terkejut melihat sesuatu yang ada di sebelah kanannya. Ada seorang gadis bertubuh mungil yang sedang tidak sadarkan diri dan bersandar pada tiang listrik. Sekujur mantel biru tua gadis itu dipenuhi dengan kepingan salju berwarna putih dan kulit gadis itu nampak pucat kemerahan. Mungkin gadis itu tidak tahan dengan dinginnya kota tempat tinggal pemuda itu. Pemuda itu berjongkok sejenak, kemudian menyibakkan rambut cokelat terang gadis yang sedang tidak sadarkan diri tersebut untuk melihat wajahnya.
Gadis itu berbeda dengan gadis-gadis lain yang berada di kota tempat si pemuda itu tinggal. Selain karena tubuhnya yang mungil, dia juga tidak berambut pirang seperti kebanyakan gadis yang dikenal oleh pemuda itu. Hidungnya juga lebih bangir daripada gadis-gadis yang berada di kota itu. Itu berarti, gadis itu tidak berasal dari kota ini. Mungkin dia berasal dari luar kota...ataukah luar negeri?
"
Dia manis juga, bolehkah aku membawa gadis asing ini pulang?" batin Antti sambil mengelus pipi gadis itu perlahan,"
Kulitnya mulus sekali."
Antti langsung melupakan niat awalnya keluar dari persinggahan untuk membeli stok minuman keras selama musim dingin. Mungkin karena Antti iba melihatnya atau terpana melihat kecantikan gadis asing tersebut. Perlahan-lahan dia mengangkat tubuh mungil gadis itu, gadis itu terasa sedikit berat di kedua tangannya mengingat tubuh Antti yang tingginya mencapai 185 sentimeter -- sedikit lebih tinggi daripada rata-rata lelaki di negaranya dan berat badannya yang cenderung underweight. Terpaksa pemuda itu harus berjalan cepat membawa si gadis asing tersebut dan barang-barang bawaannya ke dalam apartemennya untuk mencegah hal yang buruk terjadi padanya.
***
Pemuda itu segera membaringkan si gadis asing di tempat tidurnya. Antti menyentuh mantel yang dipakai oleh gadis itu, bahannya terlalu tipis untuk cuaca sedingin ini.Perlahan-lahan tangan pemuda itu membuka mantel yang dipakai oleh gadis itu, dan menggantinya dengan mantel yang dipakainya.
"Nah, sekarang kamu akan merasa lebih hangat di sini..." bisik Antti dengan nada lembut sambil mengangkat tangan gadis itu dan menggenggamnya erat-erat.
"
Terima kasih banyak...sekarang aku sudah merasa sedikit lebih baik." terdengar sebuah suara lembut yang entah dari mana asalnya.
"Suara siapa itu?" tanya Antti sambil mencari-cari sumber suara di dalam kamar itu, "Tidak ada siapa-siapa, selain kita berdua."
"
Ini suaraku...yang sedang terbaring di atas ranjangmu. Siapa kau?" suara lembut itu terdengar lagi. Antti menatap si gadis asing yang terbaring di atas ranjangnya. Mulutnya tidak terbuka sama sekali, mana mungkin dia berbicara? Sudah begitu dari tadi suara lembut itu berbicara dalam bahasa Jerman, tetapi entah mengapa Antti bisa mengerti apa yang "dikatakan" oleh gadis itu. Mungkin dia harus mencoba lagi "berbicara" dengan gadis itu.
"Aku Antti, yang membawamu sampai ke sini. Siapa kamu? Pasti kamu tidak berasal dari sini, kan?" tanya Antti sambil terus menggenggam tangan gadis itu.
"
Namaku Nadine Liebhart. Benar, aku lahir di sebuah kota yang berada di dekat Pegunungan Alpen. Kau pasti berasal dari kota ini, kan?" jawab suara itu lagi.
"Tidak, aku dilahirkan di Rovaniemi. Sebuah kota yang jauh dari sini. Tapi aku sudah lama tinggal di sini. Kamu kenapa ada di sini?"
"
Kau tidak perlu tahu jawabannya, karena aku memang merahasiakan keberadaanku di sini."
"Oh...ya sudah kalau begitu. Omong-omong,jari-jari tanganmu begitu lentik, apakah kamu suka bermain musik?" ucap Antti sambil merasakan jemari gadis itu.
"
Sudah sejak kecil aku belajar bermain piano dan biola. Orang-orang di negeriku dikenal dengan bakatnya bermain alat musik. Bagaimana dengan di sini?"
"Aku juga suka bermain alat musik, di mana-mana musik pasti ada. Kalau di negerimu ada, pasti di negeriku juga ada."
"
Benarkah? Kalau begitu coba kau ninabobokan aku."
"Baiklah kalau itu maumu..." bisik Antti. Kemudian pemuda itu bernyanyi sebuah lagu ninabobo yang dikenalnya sejak kecil.
"Nuku, nuku, nurmilintu Go to sleep, bird of grass
Väsy, väsy västäräkki. - Get tired, wagtail
Nuku, kun mie nukutan, - Sleep while I'm putting you to sleep
Väsy, kun mie väsytän. - Get tired when I'm making you tired
Nukuta, jumala, lasta. - Put, my God, a child to sleep
Makauta, mariainen. - make her, little Virgin Mary, to lay down
Kuro kiisan silmät kiinni - close Kiisa's eyes
Anna unta aamuun asti - give her a dream until morning
Kuro kiisan silmät kiinni - close Kiisa's eyes
Anna unta aamuun asti - give her a dream until morning"
Seusai menyanyikan lagu ninabobo tersebut, suara itu terdengar lagi: "
Suaramu bagus sekali, aku jadi mengantuk...selamat tidur Antti."
"Bolehkah aku berbaring di dekatmu?"
"
Tentu saja, dan peluk aku dengan lembut. Aku kedinginan." pinta suara itu. Antti segera berbaring di sebelah kanan Nadine, dan tanpa sadar tangannya memeluk pinggang gadis itu.
***
Antti terbangun pada pagi itu, dan mendapati Nadine sudah tidak ada di pelukannya. Pemuda itu berjalan keluar kamar dan menemukan gadis berambut coklat terang sebahu itu sedang duduk meminum kopi di ruang makan. Antti segera mendudukkan diri di bangku yang terletak di depan bangku gadis itu.
"Nadine? Ternyata kamu berada di sini?" tanya Antti saat melihat sosok gadis itu.
"
I'm sorry, I don't understand every word you say. And from where do you know my name?" ucap Nadine dalam bahasa Inggris, dengan suara yang sama seperti semalam. Antti kaget, mengapa tiba-tiba gadis itu berbicara dalam bahasa Inggris? Padahal semalam Antti berbicara pada gadis itu dalam bahasa Finlandia, dan dia mengerti apa yang dikatakan oleh pemuda itu.
"Aku tahu namamu dari..." kata Antti sambil mengobok-obok tas tangan yang diletakkan gadis itu di atas meja sampai dia menemukan sebuah kartu berwarna krem, "Kartu identitasmu!"
"Oh, dari kartu identitasku. Kau Antti, bukan? Yang semalam membawaku ke sini?"
"Kok tahu?" tanya Antti bingung. Jangan-jangan...suara lembut semalam itu...
"Alam bawah sadarku semalam mendengar suaramu itu," jawab Nadine.
"Alam bawah sadar?"
"Ya, alam bawah sadar."
"Kurasa semalam aku berbicara sendiri dalam bahasa Finlandia, dan ada suara wanita yang berbicara dalam bahasa Jerman di kamarku. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku bisa mengerti bahasa Jerman, padahal seingatku seumur hidup aku tidak pernah mempelajari bahasa Jerman." kata Antti.
Nadine menyeruput kopinya kemudian berkata: "Apapun bisa terjadi di alam bawah sadar, Antti. Aku juga bingung mengapa aku bisa mengerti kata-kata seorang pria yang berbicara dalam bahasa Finlandia. Jadi semalam itu, kita sebenarnya sedang berbicara satu sama lain dan bisa saling mengerti biarpun kita berbeda bahasa."
"Oh, jadi begitu. Jadi, sebenarnya kita berdua punya kemampuan telepati?"
"Bisa dibilang begitu. Sudah, jangan dipikirkan lagi. Lebih baik kau minum kopinya saja. Orang-orang di sini juga suka minum kopi, bukan?" ucap Nadine sembari menuangkan kopi dari ceret ke cangkir, dan menyerahkan cangkir itu ke tangan Antti.
"Dan, orang-orang di Finlandia dan Austria juga sama-sama menyukai musik."
"Eh? Dari mana kau tahu kalau aku orang Austria?" tanya Nadine bingung sambil mengerinyitkan dahinya.
"Dari kartu identitas juga. Kan, di setiap negara Eropa kartu identitasnya beda-beda. Kartu aku warnanya biru, punyamu warna krem." jawab Antti.
"Kau berbohong, kan? Bilang saja kau tahu dari telepati kita semalam." kata Nadine, kemudian dia tersenyum. Antti membalas senyumannya, kemudian tertawa dan mendorong bahu gadis itu. Gadis di depannya juga ikut tertawa.
A/N: Inilah akibat pas liburan kuliah yang lama banget, dicekokin drama Taiwan melulu setiap malem. Jadilah #365DaysProject hari kedua kacau balau seperti ini. Tokohnya orang Eropa tapi plotnya kayak MV-nya Davichi yang digabung sama drama di D**I TV.