Aku sudah capek dengan ucapan orang-orang di sekelilingku. Mereka bilang aku harus mencontoh kakakku yang katanya lebih baik dalam segala hal dibanding aku. Di satu sisi mereka memang ada benarnya.
Kakak laki-lakiku secara bungkusan luar dan dalam memang terlihat baik. Tubuhnya mewarisi gen tinggi badan dari ibuku, ditambah ia memiliki wajah yang menarik perhatian wanita atau pria gay yang melihatnya. Tidak cuma sekadar berpenampilan menarik saja, kakakku juga tidak pernah memiliki catatan kriminal.
Pantas saja lebih banyak yang menyukai kakakku. Lagipula, mereka tidak pernah tahu bahwa pria itu tidak semanis dan sepolos kelihatannya. Orang-orang yang suka membanding-bandingkan itu tidak tahu soal filosofi yin dan yang.
Jangan sangka kakakku ini masih menjomblo seumur hidup dan menjadi hikikomori karena imajinya yang seperti malaikat. Bayangkan saja, kakak laki-lakiku punya track record hubungan percintaan yang buruk dengan mantan pacar yang tidak terhitung banyaknya. Selama ini wanita yang terlihat bersama kakakku selalu tidak membuatnya bahagia.
Mereka tidak pernah tahu, kalau orang yang nampak sesuci kakakku pasti pernah berbuat dosa. Sesabar-sabarnya kakakku, pasti dia pernah marah dan kecewa dengan orang-orang yang memanfaatkan kebaikannya. Termasuk mantan-mantannya itu yang mungkin saja hanya ingin uang dan kepuasan seksual. Sudah pasti ia pernah meniduri mantan-mantan pacarnya (bila diminta), kemudian meninggalkan mereka begitu saja.
Pria itu polos sekaligus bejat dalam waktu yang bersamaan. Polos, karena ia tidak pernah mau belajar dari pengalaman buruk dalam kehidupan asmaranya. Dapat dikatakan bejat juga karena seakan semua mantan pacarnya itu hanya dianggap sebagai boneka seks yang dicampakkan setelah dipakai. Benar saja, ia membuktikannya dengan pose di majalah dewasa itu.
Bagaimana denganku?
Seorang pelajar SMA dengan nilai A, A- dan B+ berturut-turut yang menghiasi kartu rapor. Bahkan semester lalu aku nyaris mendapatkan straight A. Terkadang aku bingung apa yang kulakukan dengan kepandaian ini, apabila kepandaian ini tidak akan terlihat oleh orang banyak. Walaupun nilai rapor dan tugas mencerminkan aku lebih cerdas dari kakak laki-lakiku, secara fisik dan perilaku aku dapat dikatakan minus.
Aku ini bertubuh mungil, berkulit pucat dengan bercak dan bintik bekas jerawat di pipi. Ekspresi wajah cuek yang selalu kulukiskan malah mengindikasikan kalau aku seorang anak berandalan. Kuakui, aku memang anak nakal yang suka bertengkar dan mencari masalah dengan orang lain. Tapi aku belum tega memperkosa perempuan atau menancapkan pisau di jantung orang. Jangankan memperkosa, pacaran saja aku belum pernah.
Ya, level kesabaranku memang di bawah rata-rata. Aku tidak sedewasa kakakku yang bisa menghadapi masalah dengan kepala dingin dan perundingan. Masalah selalu kuselesaikan dengan mengandalkan kekuatan fisik dan emosi negatif yang selalu membawa masalah. Baik bagi orang lain maupun diriku sendiri.
Mereka pikir aku berkelahi secara fisik dan verbal hanya untuk bersenang-senang? Tidak, mereka salah. Aku melakukan itu semua untuk melindungi diriku, keluarga dan teman-teman. Di balik tindakanku yang kadang nekat dan berbahaya ini, aku tidak ada bedanya dengan kakak laki-lakiku. Justru aku tidak secuek air mukaku, sesungguhnya aku peduli.
Ada wilayah abu-abu yang tidak nampak dan disadari oleh mereka antara kami berdua. Orang tua kami mengajarkan kami berdua untuk selalu peka dan membantu mereka yang membutuhkan uluran tangan. Ajarannya boleh sama, hanya saja kami yang mengaplikasikan dengan cara yang berbeda. Kakakku melakukannya dengan kelembutan dan kepolosannya, sementara aku mengembangkan sikap protektif.
Lagipula kalau tidak ada aku dan kakakku, mereka tidak akan bisa tertolong bukan? Jadi, untuk apa aku merasa iri dengan kakakku seperti anak-anak lain yang punya saudara? Toh, kami memiliki sisi terang dan gelap plus kesamaan dalam satu hal.
#NulisRandom2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar