Gadis berambut panjang sepunggung itu memasang wajah bosan sambil memainkan game Hay Day di ponselnya. Sementara pria di depannya memfokuskan matanya pada sebuah buku tebal karangan Haruki Murakami. Suasana di restoran itu sungguh ramai, anak-anak sekolah, mahasiswa, pegawai kantor bahkan orang-orang lanjut usia tengah bercengkerama sambil makan di atas bangku-bangku kayu dengan bantalan merah. Inilah ciri khas restoran di Asia, orang-orangnya berisik kalau ngobrol.
Dua orang itu sudah setengah jam lebih mematung di atas kursi dengan perut lapar. Bayangkan saja, tiga puluh menit lebih menunggu pesanan. Awalnya mereka memaklumi kalau restorannya sudah terlanjur ramai. Lama kelamaan tumbuh rasa kesal juga karena pelayanan di restoran ini sangat tidak efektif.
Sembari menutup game Hay Day di telepon genggamnya, mata gadis itu berpaling pada seorang gadis seusianya yang tengah duduk bersama seorang pria kaukasia. Gadis seusianya itu memiliki warna kulit yang lebih gelap. Tank top merah yang dipadukan dengan hot pants denim dan sepatu hak tinggi, mengundang birahi para laki-laki yang mengunjungi restoran tersebut. Mana make-up gadis itu juga tebal. Si pria kaukasia itu sama sekali tidak menarik perhatiannya. Dari pakaiannya saja sudah nampak kalau dia itu bule kere.
Dialihkannya pandangan matanya ke arah dirinya dan kekasihnya sendiri. Gadis itu baru ingat kalau dia tidak sempat berdandan sebelum menemui sang kekasih. Pakaian yang dikenakannya juga dapat dikatakan tidak menyenangkan mata laki-laki. Ia hanya memakai kaos garis-garis, cardigan, celana jins dan sepatu kets. Rambut panjang itu diikatnya ke belakang. Pria muda di depannya saat ini memang orang Jepang, namun secara fisik ia agak sulit dibedakan dari orang Indonesia pada umumnya. Kedua matanya tidak begitu sipit ditambah kulitnya yang agak kecokelatan. Maklum, pacarnya itu memang kelahiran Osaka yang notabene suhu udaranya sangat panas.
"Toshiro?" ucap gadis itu pelan sambil menggandengkan kedua tangannya dan menjadikannya sebagai topangan dagu.
Merasa terpanggil, tangan pemuda itu menutup bukunya, kemudian memandang kedua mata gadis itu. "Ada apa?"
"Aku minta maaf..." gumam gadis itu yang tiba-tiba menundukkan kepalanya lemas. Pemuda itu mengerinyitkan dahinya, menciptakan ekspresi bingung atas perkataan gadis di depannya itu. Seingatnya gadis itu tidak melakukan kesalahan apa-apa akhir-akhir ini.
"Minta maaf atas dasar apa? Kamu sama sekali nggak salah apa-apa, Din." ucap Toshiro yang mencoba untuk meyakinkan kekasihnya bahwa ia tidak melakukan kesalahan apapun baru-baru ini.
"Hari ini aku nggak sempat dandan, dan pasti kamu nggak suka sama penampilanku..."
Toshiro malah tersenyum kecil mendengar kata-kata gadis itu tadi. Jelas ia mencintai Dinda selama ini apa adanya, dan tidak begitu banyak menuntut ini itu. Kenapa keyakinannya akan hal itu semakin turun?
"Jawab aku..." ucap gadis itu yang tidak mengerti dengan bahasa tubuh Toshiro.
"Udah berapa lama kita pacaran, Din? Masih aja nanya kayak gitu...aku gak pernah komplain macam-macam ke kamu." desis Toshiro yang merasa sedikit kesal dengan pertanyaan Dinda.
"Ya, siapa tahu saja kamu lebih suka kalau aku bergaya seksi..." gurau Dinda. "Lagipula, kamu kan juga orang asing. Kudengar kalau mau menarik perhatian mereka harus pakai baju seksi dan make-up."
"Hei! Tidak semua orang asing seperti itu tahu. Aku, kan tidak menjadikanmu budak seks..." ucap Toshiro sambil memandangi sekitarnya karena bosan. Matanya tertuju pada seorang gadis yang tadi dilihat Dinda. Gadis yang memakai pakaian kurang bahan itu dan membuat kepercayaan diri kekasihnya drop begitu saja. Yah, gadis itu memang selalu merasa tidak aman kalau melihat atau mendengar hal yang mengganggunya.
Seorang pelayan meletakkan pesanan di atas meja di mana si gadis murahan dan bule kere yang sudah agak tua itu duduk. Dinda merasa kesal dibeda-bedakan seperti itu. Mentang-mentang ia dan pacarnya berpenampilan seperti anak kampung. Lagipula mereka sudah datang duluan, tapi kenapa mereka yang dilayani hanya karena ada orang Kaukasia?
Mana Dinda dan Toshiro memesan dua mangkok mie dan dua gelas teh hijau. Belum lagi tambahan camilannya. Sementara mereka? Pesan salad paling murah di restoran itu dan dimakan berdua.
"Kok, mereka yang dilayanin duluan Din? Kita, kan datang duluan..." ucap Toshiro sambil menatap pasangan di meja seberang.
"Pelayanan di Indonesia beda banget sama di Jepang atau di Jerman, Tou. Emang suka diskriminasi penampilan gitu..." jelas Dinda yang mencoba membuat pria itu mengerti betapa buruknya pelayanan di Indonesia.
Pria itu hanya mengangguk pelan. Dinda mencari keberadaan pelayan, dan mengangkat tangannya untuk memanggil salah seorang dari mereka. Ia ingin makanannya cepat sampai, karena ia lapar dan uangnya telah keluar membayar semua makanan itu.
"Mbak!" panggil gadis itu pada salah seorang pelayan yang lewat dengan membawa kartu pesanan tamu. Pelayan itu menoleh dan berbalik sejenak ke arah Dinda, dengan tatapan mata yang dapat dikatakan menyebalkan.
"Kenapa?" tanya si pelayan yang menyebalkan itu.
"Kita udah nunggu pesanannya nyaris satu jam, ya? Sedangkan meja yang seberang itu baru datang setengah jam yang lalu. Dan kita udah bayar, woi!" ujar gadis itu keras-keras menjawab pertanyaan si pelayan yang seakan tidak tahu apa kesalahannya. Sementara Toshiro, merogoh-rogoh tas selempang yang dibawanya lalu mengeluarkan dompet serta map berisi dokumen-dokumen pribadinya di Jepang.
"Hmm...saya juga berhak mendapatkan pelayanan sama seperti orang asing di seberang saya itu. Dokumen-dokumen di atas meja ini sudah cukup membuktikan kalau saya juga orang asing seperti dia." ucap Toshiro dingin sambil melihat sejenak ke arah pelayan yang dapat dikatakan rasis ini.
Mungkin pelayan itu mengira bahwa Toshiro ini orang Indonesia pada umumnya. Padahal statusnya sama si bule kere itu sama saja. Sama-sama warganegara asing.
"Duh, maaf ya...tunggu lima belas menit lagi..." ucap pelayan itu sambil membungkukkan badannya.
"Benar, ya lima belas menit? Lebih dari itu kita batalkan pesanannya dan minta uang kembali!" bentak Toshiro pada pelayan tersebut kesal. Si pelayan itu menganggukkan kepalanya kemudian pergi begitu saja.
Pemuda itu menghela napas sejenak untuk mengeluarkan semua emosi negatif yang dikeluarkannya tadi. Dinda hanya bisa menunggu lima belas menit kemudian sambil menahan rasa lapar dan melanjutkan bermain game Hay Day.
"Kayaknya ini pertama dan terakhir kita makan di sini...pelayanannya jelek banget." ucap Toshiro sambil merapikan dokumen dan dompet, kemudian memasukkannya kembali dalam tas selempangnya. Dinda hanya bisa mengangguk dan pasrah saja kalau misalnya pesanan mereka dibatalkan dan uang itu kembali.
#NulisRandom2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar