Jumat, 05 Juni 2015

day 6: different ways to date

Menunggu memang merupakan hal yang paling membosankan sedunia. Dinda tengah duduk di sebuah bangku kayu di tepi jalan sambil menggoyang-goyangkan kedua kakinya. Sepasang mata cokelat tua itu tengah memeriksa situasi dan kondisi di sekitarnya. Yah, untuk memastikan kalau orang yang ditunggunya akan datang. Masih saja tidak ada tanda-tanda kehadiran orang itu di sini.

Tidak biasanya ia terlambat, malahan perempuan itu yang sering sekali ngaret.

Seketika perhatian Dinda teralih pada gerombolan anak perempuan yang tengah memukuli seorang anak perempuan berkulit pucat. Keterkejutannya membuat perempuan itu gelap mata, dan melupakan bahwa ia ke sini karena ada janji kencan sore ini. Persetan dengan kencan, ia tidak suka dengan pemandangan semacam ini. Menyulut emosi saja.

Ya, ampun. Di mana pun peristiwa seperti ini tidak lekang dari matanya. Tidak hanya di Indonesia saja, tapi di sini juga ada. Hal ini membuktikan bahwa pemikiran orang lain mengenai kehidupan di luar negeri itu lebih baik, sepenuhnya salah. Bullying, kejahatan, pelecehan seksual dan lainnya, terjadi kapanpun dan dimanapun.

Mata perempuan muda itu menatap prihatin pada si anak yang sejak tadi dipukuli itu. Perasaan takut disalahpahamkan muncul dalam otaknya, di sisi lain memang ia kasihan pada anak itu. Tidak terbayang berapa kali dalam seminggu orang-orang memperlakukannya seperti itu. Sudah begitu tempat ini sedang sepi-sepinya, dan orang-orang di sini sangat individualis seakan sibuk dengan urusannya sendiri.

Rasa kesal menguasai Dinda saat melihat  pemandangan tersebut. Perempuan muda itu menyelempangkan tasnya, kemudian berjalan cepat mendekati tiga orang anak yang sedang melakukan pemukulan terhadap anak perempuan malang tersebut. Ketiga anak tersebut menghentikan kegiatannya karena merasa ada yang diam-diam mengawasi mereka selama beberapa menit.

"Kamu ngapain ngelihatin kita kayak gitu? Ada yang salah?" tanya salah satu anak perempuan yang berambut cokelat panjang sambil menatap wanita muda itu seakan jijik padanya.

"Jelas, kalian harusnya belajar yang benar. Bukan memukuli teman kalian seperti itu." ucap wanita muda berambut panjang sepunggung itu ketus. Gadis berkulit pucat itu mengeluarkan tatapan mata yang sedikit bahagia dalam keadaannya yang tengah sulit bergerak, melihat kedatangan seorang asing dari Samaria yang akan menolongnya itu.

"Jangan ikut campur urusan kami, Nona sok baik." ketus salah seorang anak perempuan berambut pirang yang tengah memukuli si anak itu. Sok baik? Dia hanya tidak suka melihat perempuan yang tengah diperlakukan tidak baik. Ironisnya lagi, pelakunya sesama anak perempuan.

"Sekarang saya tanya, apa dasarnya kalian melakukan itu?" desis Dinda marah.

"Dia jahat! Dia telah merebut pacarku." ucap si anak perempuan yang berambut cokelat itu. Dinda hanya dapat mengelus dada mendengar alasan anak itu. Tidak masuk akal. Padahal sebenarnya si anak ini belum tentu benar-benar merebut pacar si tukang bully.

"Masak begitu saja sampai dipukuli?"

"Kau tidak bisa menghalangi kami, sialan! Kembalilah pada urusanmu, ini bukan urusan orang dewasa." ujar salah satu gadis tersebut sambil mendekati Dinda dan mendorongnya sampai jatuh ke tanah. Untung saja jalan tersebut sedang sepi, jadi yang melihat hanya segelintir orang lewat.

"Tidak sopan!" ujar Dinda kesal sambil berusaha bangkit dari tanah dan perempuan itu menepuk-nepuk kedua lututnya yang kotor karena debu. Merasa kesal, perempuan muda itu memukul bagian perut salah satu anak itu. Melihat temannya diserang, dua anak yang lain ikut menyerang balik.

Ia terus menangkis serangan tiga orang anak yang tengah menunjukkan wajah agresif di depannya. Sementara si anak perempuan berkulit pucat sebaya mereka yang masih berusaha untuk bangkit berdiri berteriak-teriak untuk melarang si perempuan muda itu untuk cari mati dengan melawan anak-anak itu.

"Kumohon! Mereka berbahaya, Kak! Jangan nekat!" ujar anak perempuan berkulit pucat yang tampak ketakutan itu. Dinda tidak peduli akan teriakan si anak itu dan terus melancarkan serta menangkis serangan. Tindakan perempuan muda itu memang nekat, mustahil bagi seseorang yang berpostur kurus kecil untuk mengalahkan tiga orang remaja putri yang posturnya lebih besar darinya. Tapi Dinda yakin kalau orang-orang ini sama sekali tidak mengerti soal ilmu bela diri manapun.

Saat perempuan muda itu tengah melancarkan serangan dengan melayangkan tinju ke wajah salah satu anak, ia merasa sedikit kesulitan karena lama kelamaan mereka semakin agresif. Kalau sudah begini, makin sulit baginya untuk menangkis serangan yang bertubi-tubi itu.

Ini sangat sulit, ia harus berpikir sejenak untuk menyelesaikan semua ini. Perempuan itu memutuskan untuk menendang bagian perut remaja putri yang menyerangnya balik, namun baru saja ia mau melakukan serangan tubuhnya terasa ditarik ke belakang oleh seseorang. Selanjutnya ia merasa tubuhnya didorong ke arah samping.

Matanya mengenali sosok yang tadi mengeluarkannya dari rasa terdesak dan kemudian membantunya memberi pelajaran pada remaja-remaja itu. Dialah pria yang sejak tadi ditunggunya, yang tengah melayangkan pukulan dan tendangan pada dua orang anak yang tadi belum sempat dia lumpuhkan. Karena diusir oleh laki-laki itu dan merasa takut terkena serangan lagi, anak-anak itu kemudian meninggalkan tempat tersebut.

"Maaf ya, Din. Aku nggak biasanya telat. Ada urusan. Duh, kamu ada-ada saja. Berantem, kok ngelawan remaja-remaja labil?" tanya laki-laki itu sambil mengernyitkan dahi setelah membereskan semua "urusan".

"Aku kasihan sama anak ini, Toshiro. Dia dari tadi dipukulin melulu, mana itu anak-anak kurang ajar lagi. Bikin emosi gak, sih?" jawab Dinda seadanya sambil menatap mata si gadis berkulit pucat itu. Laki-laki itu menatap mata si gadis tanpa nama sejenak lalu mengulurkan tangannya ke arahnya untuk membantu gadis itu berdiri.

"Badan kamu banyak luka dan lebam, sebaiknya lukanya diobati dulu." ucap Toshiro pada si gadis remaja.

"Nggak apa-apa, Kak. Aku masih kuat jalan pulang." kata si gadis yang belum diketahui namanya itu.

"Ini harus diobati dulu, nanti infeksi." ucap Toshiro lembut pada gadis itu. Dinda hanya bisa menghela nafas melihat tingkah kekasihnya yang memang terlalu gentle kalau sama perempuan. Laki-laki itu meminta si gadis remaja duduk di sebuah bangku, kemudian ia mengeluarkan kotak obat-obatan pribadi dari tas selempang yang dipakainya. Satu kata buat Toshiro, niat.

"Aku benar-benar minta maaf, Tou. Gara-gara aku, acara kita jadi gagal." ucap Dinda pelan.

Pria berparas Asia Timur yang tengah mengobati si gadis remaja hanya bisa menyungging senyum lalu berkata, "Sekali-kali kita harus mencoba cara berkencan yang beda, Din."

#NulisRandom2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar